Tuding ‘ Bodong ’ Warga Medaeng Segel Tower Bersama Yang Berdiri Diatas Tanah Desa

146
Tampak warga setelah menyegel pakai rantai dan gembok Towee bersama yang berdiri di atas tanah kas desa Medaeng.

SIDOARJO – Persoalkan keberadaan Tower salah satu Provider yang berdiri diatas lahan milik Tanah Kas Desa dilingkungan RT XII RW 04 desa Medaeng, warga lakukan penyegelan dengan menggunakan rantai bergembok , Jumat (23/8/2019).

Warga Medaeng menuntut haknya untuk kepentingan umum dengan alasan dikarenakan apa yang tertuang dalam perjanjian kontrak atau MoU yang dilakukan antara kepala desa Medaeng dengan pihak pembangunan tower salah satu Provider sebelumnya tidak ada pemberitahuan kepada warga meski saat ini sudah dibangun bahkan sudah on-air meski walaupun sebagian bangunan dibawah towernya belum 100 % jadi, dalam arti akses jalan menuju BTS dan Tower belum sempurna.
“Karena lahan yang disewa itu adalah Tanah Kas Desa (TKD) Medaeng yang disewa harusnya ada penyaimpaian sama warga,” ujar Suladji seorang warga, Jum’at (30/8/2019).

Bahkan, lanjut Suwadji, perjanjian kontraknya pun pihak warga tidak mengetahui sampai berapa tahun sewa lahan Tanah Kas Desa itu disewakan dan berapa nominal dana yang diberikan kepada pihak Desa selaku pemilik lahan yang disewakan. Numun, menurut kepala desa dana yang masuk baru Rp.75juta, kompensasi yang disepakati oleh pihak desa itu ditujukan kepada fasilitas umum, antara lain untuk Musholah dan Masjid diwilayah Medaeng dan sekitarnya.

“Kami menghawatirkan keberadaan tower tersebut karena dekat dengan sekolah yang mempunyai potensi membahayakan baik radiasi, atau dampak lain dalam jangka waktu tertentu, bahkan jika terjadi roboh itu yang kita fikirkan karena banyak anak-anak sekolah,” jelasnya.

Senada, Didik Hariyono S.H selaku penasehat hukum warga Medaeng menjelaskan, dengan adanya permasalahan tower yang berdiri diatas lahan Tanah Kas Desa, menyebutkan,” bahwa tower tersebut tidak mengantongi ijin alias bodong, kenapa saya menyebutkan seperti itu, hal itu dibuktikan bahwasannya warga setempat tidak pernah dimintai ijin. Kemarin saya sempat menanyakan salinan perjanjian kontraknya, antara pihak vendor dari tower dengan desa, dan meminta bukti pembayaran ternyata Abdul Zuri selaku Kepala Desa tidak mau menunjukkan surat surat tersebut, dengan alasan ini adalah bersifat rahasia desa.

“Itu alasan tidak tepat bagi Zuri selaku kepala desa, kalau tanah kas desa itu disewa, maka warga Medaeng berhak menanyakan itu,” katanya.

Selaanjutnya, menurut Didik, dirinya akan kebagian pengaduan atau dikantor P3M (Pusat Pelayanan dan Pengaduan Masyarakat), serta ke Kantor Dinas Perijinan Kabupaten, untuk mengadukan adanya tower yang berdiri diatas Tanah Kas Desa di Medaeng yang diduga ada penyimpangan.

“Kecuali tanah dan lahan yang di sewa itu milik pribadi, maka siapapun tidak berhak menanyakan jumlah sewa kontraknya ,akan tetapi tetap harus ada ijin warganya dan harus mengantongi ijin mendirikan bangunan atau juga disebut IMB nya,” terangnya.

Disamping itu, Didik mengaku, sudah menghubungi pihak masing- masing provider, antara lain dari pihak Indosat, XL, dan Telkomsel untuk mencari informasi kejelasan tower yang sudah berdiri diatas Tanah Kas Desa di Medaeng tersebut. Dia juga memberikkan ilustrasi skema pembayaran, awal pembayaran 30% kontrak sudah ditandatangani itu sudah pasti dibayarkan diawal dengan kondisi sudah boplang, ketika tower itu sudah berdiri, naik mentok itu sudah dibayar 50%, dan ketika bangunan tower itu berdiri dan lampu sudah menyala dibayarkan 20%, itu sudah pelunasan.

“Artinya Abdul Zuri selaku kepala desa Medaeng sudah mengantongi dana sewa lahan tersebut dengan jumlah dana yang tidak ditunjukkan oleh warga Medaeng,” tandas Didik.

Sementara itu, Kepala Desa Medaeng, Abd Zuri menjelaskan tentang tower yang disegel oleh warganya dirinya tidak bisa berkomentar. Namun Zuri menegaskan, pedoman kepala desa kan tetap berdasarkan hasil ketetapan Musdes, Musyawarah Desa yang dipimpin oleh ketua BPD dan anggota gunaa menetapkan sewa tanah tersebut disewakan kepada pihak ke dua, yaitu TBG atau Tower Bersama Group.

“Dalam perjanjian itu disepakati, selama 11 tahun dengan besaran sewa per tahun adalah Rp. 25 juta. Jadi untuk 11 tahun sewanya total keseluruhan sejumlah Rp. 275 juta,” ungkapnya.

Abd Zuri juga menambahkan, dari jumlah nominal tersebut diputuskan juga Rp. 225 juta untuk bangun pendopo, dan yang Rp. 50 juta dialokasikan kepada masjid dan musholah yang ada di desa Medaeng.

“Jadi jelas penggunaan dana hasil dari sewa tanah kas desa tersebut dibuat untuk 2 (dua) item yang sudah dijelaskan tadi,” tegasnya.

Tapi, bila warga yang mengatas namakan GERAM (Gerakan Masyarakat Medaeng) memprotes persoalan itu, Zuri mengatakan itu kurang tidak beralasan, pasalnya, Forum Musdes (Musyawarah Desa) itu juga lembaga ,tokoh masyarakat se wilayah Medaeng yang datang dalam forum tersebut, dan dari hasil itupun kita junjung tinggi tinggi, dan kalau ada masyarakat yang bertindak seperti itu ya silahkan, tapi kita tetap menghormati apa yang dilakukan daripada masyarakat tersebut.

“Yang disegel oleh mereka itu kan milik TBG dan bukan milik Pemerintahan Desa, kalau tanahnya milik pemerintah desa, dan barangnya itu milik TBG (Tower Bersama Group), dan hak prerogatifnya itu adalah milik dari barang tersebut. Kecuali tanah dan sawahnya yang disegel, ya beda lagi. Jadi tindak lanjutnya nanti saya kembalikan lagi ke pihak TBG. Tapi pihak pemerintahan desa tetap memediasi serta mengetahui dengan adanya tower yang disegel warga Medaeng,” papar Zuri dengan nada acuh. (Die/RG)

Titikomapost.com tidak bertanggung jawab atas isi komentar yang ditulis. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE