Muatan Truk Berpotensi Jadi Bom Waktu Bagi Kapal RoRo

203
Salah satu truk saat naik keatas kapal RO-RO mengalami kecelakaan muatan tumpah karena tidak mampu naik akibat overload.

SURABAYA – Sungguh menjadi sebuah keprihatinan terhadap prilaku nakal dari sebagian pelaku angkutan umum muatan kapal-kapal Roll On – Roll Off (RO-RO) yang sengaja mengangkut barang berbahaya atau terlarang dan tidak dilaporkan kepada Syahbandar,  itu sangat membahayakan keselamatan pelayaran sebab barang-barang itu berpotensi menjadi bom waktu jika tidak ada penanganan yang tepat sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP) dan sangat merugikan bagi pelayaran. Pasalnya, nilai investasi sebuah kapal RO-RO dengan truk dan muatanya yang berada diatas kapal semuanya sekalipun tidak bisa senilai dengan kapal tersebut bila sampai terjadi kecelakaan bahkan hingga tenggelam.

Ditjen Perhubungan Laut sendiri juga menekankan pentingnya pengawasan bongkar muat barang berbahaya di kapal yang dituangkan dalam Telegram Ditjen Perhubungan Laut No.20/II/DN-18 tanggal 27 Februari 2018 perihal Peningkatan Pengawasan Terhadap Kegiatan Bongkar Muat Barang Berbahaya di Kapal.

Suasana diskusi bersama yang diselenggarakan kantor Otoritas Pelabuhan Tanjung Perak bersama stakeholder membahas persoalan muatan kapal RO-RO yang dihadiri, Direktur Lalulintas dan Angkutan Laut, Capt. Wisnu Handoko serta hadir pula Kepala KSOP Kelas III Lembar, Capt. M. Hermawan, Jum’at (14/12/2018).

Kepala Kantor Kesyahbandaran Utama Tanjung Perak, Ir. Dwi Budi Sutrisno, M.SC mengatakan, merasa perlu meningkatkan penanganan barang berbahaya sesuai ketentuan-ketentuan yang dipersyaratkan pada International Maritime Dangerous Good Code (IMDG Code) khususnya di pelabuhan Tanjung Perak untuk lebih menjamin keselamatan pelayaran. Penanganan barang-barang yang termasuk barang berbahaya sesuai IMDG Code antara lain packaging atau pengemasannya, marking atau menandai, labelling dan stowage atau menelusuri hingga pergudangannya serta memastikan pengirimnya yang sifatnya rutinitas.

“Proses awal yang dilakukan bersamaan dengan embarkasi penumpang untuk kapal Roro sebelum kelaiklautan kapalnya adalah identifikasi jenis barang berbahaya yang akan dimuat terutama muatan di atas mobil truk yang proses stuffingnya tidak diawasi oleh petugas ini salah satu permasalahan yang harus diselesaikan. Memang harus dari sumbernya sudah mulai kita cek karena ketika sudah dipelabuhan agak susah,” ujarnya, Jum’at (14/12/2018).

Baca Juga  Komisaris Bak Hiasan Belaka, Nyono Akui Sebatas Pengawas DABN

Menurut Dwi,  pemahaman terkait aturan kegiatan penanganan barang berbahaya ini harus dimengerti dan dipahami, bukan hanya oleh petugas namun juga seluruh stakeholder/pengguna jasa guna mewujudkan keselamatan pelayaran yang merupakan salah satu parameter dari terwujudnya cita-cita Indonesia untuk menjadi Poros Maritim Dunia.

“Selama pihak ekspedisi muatan truk tidak memberikan keterangan yang jelas terkait adanya barang-barang berbahaya maka sangat kesulitan bagi kami bila waktunya juga ngepres dengan keberangkatan kapal sehingga tidak ada cukup waktu melakukan  pemeriksaan secara detail. Kalau bisa pelayaran dapat manifes muatan truk dari ekspedisi,” jelas Dwi.

Belajar dari kejadian yang baru terjadi dan masih dalam penanganan yaitu terbakarnya KM Gerbang Samudra I pada Ahad (2/12) dini hari yang diduga kuat sumber api berasal dari muatan yang berada di Car Deck, pemerintah harus hadir untuk mencari solusinya karena kejadian itu tidak sekali ini saja bahwa terlalu sering sehingga ini juga akan mengancam keberadaan kapal-kapal RO-RO yang masih sangat diperlukan oleh masyarakat. Dalam hal ini, Para petugas yang profesional harus paham akan sifat atau karakteristik setiap produk/muatan yang termasuk kategori dangerous seperti bahan peledak, gas, racun , radio aktif dan lain lain, karena kesalahan dalam penanganan muatan berbahaya akan berakibat fatal bagi personil kapal dan lingkungan.

Baca Juga  Lewat FGD KSOP Tanjung Perak Bersama Pelindo  Bahas Peningkatan Pelayanan Kapal RORO Penumpang

Kehadiran alat penditeksi muatan truk yang hendak naik keatas kapal sangat diperlukan sebagai langkah meminimalisir kecelakaan di atas kapal tatkala dalam pelayaran. Paling tidak, ada solusi dari keadaan yang ada bila pemerintah tak lagi mampu menyediakan alat tersebut, seperti, melokalisir proses bongkar muat keatas truk dengan disertai adanya petugas pengawas guna memastikan barang-barang yang dimuat benar-benar aman.

Salah satu contoh barang berbahaya jenis netanol yang berusaha diselipkan diatara muatan truk namun kedapatan oleh pihak pelayaran dan diamankan beberapa waktu lalu.

Sementara itu, Kepala Otoritas Pelabuhan Utama Tanjung Perak, Hernadi Tri Cahyanto mengaku, langkah yang sedang dilakukan dengan pihak terkait untuk mencari solusi pengawasan terhadap barang muatan truk sebelum naik keatas kapal khususnya kapal RO-RO akan disediakan lahan untuk kegiatan bongkar muatan keatas truk, namun tempatnya sendiri belum bisa ditentukan karena masih harus membicarakan dengan pihak Pelindo III.

“Kami sedang membahasnya dan berharap segera terealisasi secepatnya,” terangnya.

Sebenarnya, lanjut Hernadi, kalau semua pihak khsusnya para pelaku usaha ekspedisi truk muatan kapal RO-RO mentaati aturan maka tidak ada yang sulit untuk mengetahui jenis barang berbahaya apa saja jikalau ada untuk mendapat penanganan dari petugas. Yang jadi persoalan banyak-banyak cara pemuatan barang kategori bahaya justru malah ditutup-tutupi yang tentunya akan sangat beresiko selama dalam pelayaran.

Baca Juga  Kolaborasi Berlanjut, Kemenhub dan KKP Percepat Legalitas Kapal Nelayan Brondong

“Mungkin harus dipertegas, jika kedapat ada muatan berbahaya yang tidak dilaporkan maka diberi sanksi berat hingga di blacklist pengusahanya bukan perusahaannya biar tidak main-main,” tandas Hernadi.

Disamping itu, permasalahan overload dan over dimens (Odol) truk-truk muatan kapal RO-RO memang juga menjadi pembahasan yang tidak ada habisnya khususnya di pelabuhan, hal ini yang menyita perhatian banyak pihak untuk menertibkan dengan keseriusan. Persoalannya, kondisi truk yang demikian itu akan sedikit banyak mempengaruhi kondisi kapal dan sebagai taruhannya adalah keselamatan pelayaran. Namun diakui, kebijakan tonase yang diberlakukan antara sisi darat dengan laut berbeda sehingga para pelaku usaha ekspedisi truk kekeh menolak pemberlakukan ketinggian muatan yang ditetapkan untuk kapal dengan batas 3,8 meter dibandingkan dengan di darat 4,2 meter.

“Masalah odol tidak usaha dibuat repot, begini saja bagi truk yang beroperasi di darat silahkan ikuti aturan darat sedang yang di laut harus ikut aturan laut,” tegas Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Laut Direktorat Jenderal Perhuhungan LautDirektur Lalulintas Laut, Capt. Wisnu Handoko dalam acara diskusi dengan stakeholder Tanjung Perak di kantor Otoritas Pelabuhan Tanjung Perak meski dalam acara tersebut bulum didapat kata sepakat. (RG)

Titikomapost.com tidak bertanggung jawab atas isi komentar yang ditulis. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE