Bouy Senilai 400 Juta Raib, Navigasi Belum Berani Memastikan Keberadaannya

54
Salah satu kejadian saat Bouy 26 di perairan Tanjung Perak terserempet kapal saat melintas beberapa saat lalu yang lolos dari pengamatan Navigasi.

SURABAYA – Hilangnya Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP) Bouy 26 yang berada di perairan Tanjung Perak hingga dua puluh hari kini belum nampak jelas faktor penyebab maupun keberadaannya meski pihak Syahbandar sudah melakukan penyidikan dan mengumpulkan keterangan dari kru kapal KM Dharma Kartika III yang diduga sebagai pihak yang menyebabkan hilangnya pelampung suar tersebut. Pasalnya, hasil record yang di dapat dari Vessel Traffic Service (VTS) tidak juga bisa membantu kejelasan posisi kejadiannya.

“Kami masih melakukan serangkain penyidikan dari beberapa sumber hingga saat ini, baik keterangan kru kapal maupun dari hasil pantauan VTS,” kata Saifulloh penyidik PPNS kantor Kesyahbandaran Utama Tanjung Perak, Senin (22/7/2019).

Memang, lanjut Saifulloh, kami kesulitan untuk menentukan persis kejadian itu karena data yang diterima dari VTS pun akurasinya belum bisa dilihat. Tapi upaya pengungkapan hilangnya Bouy 26 tersebut tetap dilakukan untuk memastikan keberadaan rambu laluntas laut itu, itupun tergantung pihak Navigasi sebagai pemilik barang tersebut.

“Hasil yang didapat dari VTS belum maksimal sehingga belum bisa didapat kepastian. Tapi, semenjak diketahui bouy tersebut hilang, untuk menjamin keselamatan pelayaran sudah dilakukan penggantian seh8ingga fungsinya tetap berjalan,” jelas Saifulloh.

Baca Juga  Korwil UPT Ditjen Hubla Jawa Timur Bersama KUPP Kelas III Sapudi Kawal Arus balik Santri Sapudi

Sedang, pihak PT Dharma Lautan Utama yang diduga penabrak bouy tersebut melalui Kepala Cabang Surabaya, Dony Surya mengaku, pihak kru kapal KM Dharma Kartika III salah satu armadanya memang telah dimintai keterangan terkait hilangnya bouy 26 satu per satu. Namun, kami menyangkal kalau kapal kita yang menyebabkan hilangnya rambu tersebut.

“Sesuai track kita jauh dari koordinat bouy,” akunya.

Dari hasil penentuan penyebabnya, Dony menambahkan kurang kuat, karena dasar yang digunakan hanya dari hasil VTS.

“Sedang akurasi GPS maupun VTS sering deviasi dan tidak sesuai,” tandas Dony.

Sementara itu, Kepala Distrik Navigasi Kelas I Surabaya yang diwakilkan kepada KTU, Arman AM sebagai pihak pemilik SBNP mengatakan, dalam pencatatan melalui VTS sebenarnya diketahui tiba-tiba hilang, dan hanya berupa titik yang terletak dikoordinatnya.

“Kalau itu nampak ada melalui VTS tentu akan diberikan kepada pihak penyidik. Sampai saat ini lita belum tahu kejadiannya seperti apa, namun kapal-kapal yang melintas tahu aja,” ujarnya.

Penyidikan yang dilakukan pihak Syahbandar memang sudah jalan, lanjut Arman, namun kita belum pernah memberikan rekom. Tapi pencarian juga suda dilakukan melalui pengamatan di laut.    Kami belum melakukan pengamatan dasar laut untuk melihat keberadaan jikalau barang tersebut tenggela di dasar laut sebab tidak memungkinkan karena butuh salvage, sedang biaya penyelam tidak ada anggarannya bila harus menyewa.

Baca Juga  Pastikan Kelancaran Arus Balik, Jasa Raharja, Kemenko PMK, Kemenhub, dan Korlantas Polri Tinjau Pelabuhan Panjang dan Bakauheni

“Kita tidak ada dana anggaran untuk salvage. Jadi hanya mencari dipermukaan air saja,” terang Arman.

Arman juga menambahkan, sekalipun dilakukan pengamatan dasar laut dengan menggunaka Echosounder, bila dilakukan sekarang juga tidak akan banyak menolong karena lumpur yang menutupinya akan sulit terbaca.

“Makanya hal tersebut juga tidak kita lakukan,” tandasnya.

Seperti diketahui, pelampung suar adalah merupakan peralatan dan fasilitas navigasi laut berupa pelampung yang mengapung sebagai tanda acuan lalu lintas dan rambu rambu di laut atau di area pelabuhan, sehingga keberadaannya pun sangat dibutuhkan. Untuk itu, Navigasi sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam penyediaan dan memastikan fungsinya berjalan dengan baik, maka pemeliharaan sangat dituntut dilakukan. Disamping itu, menjaga keselamatan aset negara itu harus menjadi prioritas mengingat harganya juga tidak murah, satu bouy saja berkisar 400 juta an.

“Kondisi Bouy kita jumlahnya terbatas, dan tidak ada cadangan. Hanya sifatnya melakukan perbaikan jika terjadi kerusakan,” imbuh Arman.

Namun sangat disayangkan, bila menyimak yang disampaikan oleh Kepala Tata Usaha tersebut sepertinya lebih memilih pembiaran karena keterbatasan biaya salvage untuk memastikan keberadaan bouy tersebut, apakah ada tenggelam di dasar laut. Padahal, harga sebuah Bouy juga tidak main-main mahalnya.

Baca Juga  Mudik Balik Ceria Penuh Makna di Pulau Sapeken, Pagerungan dan Kangean

Selain itu, kecanggihan sarana VTS juga tidak mampu menjawab memastikan bahwa Bouy yang terpasang bisa dideteksi secara utuh sebagai upaya pengamanan. Sehingga masih dibutuhkan sebuah alat pembantu yang mampu memberi informasi secara utuh keamanan SBNP tersebut.

“Hingga saat ini kami masih berupaya memastikan faktor yang menyebabkan hilangnya  Bouy tersebut dengan masih jalanya penyelidikan,” pungkas Saifulloh.

Kepastian hilangnya Bouy 26 di perairan Tanjung Perak harus pasti kejelasannya, karena ada kerugian negara dengan hilangnya aset yang ada. Sehingga kalau diketahui penyebabnya karena tertabrak kapal maka peluang barang tersebut akan lebih jelas, sebab pihak kapal harus melakukan penggantian. Ini yang harus mendapatkan perhatian serius dari pemerintah. (RG)

 

 

Titikomapost.com tidak bertanggung jawab atas isi komentar yang ditulis. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE