
TITIKOMAPOST.COM, SURABAYA -KSOP Tanjung Wangi terkesan mulai kebakaran jenggot pasca tenggelamnya KMP Tunu Pratama Jaya (TPJ) yang menewaskan banyak penumpang dengan menggeber lakukan pemeriksaan terhadap kapal kapal yang beroperasi di dermaga ASDP Ketapang Banyuwangi, Jawa Timur.
Kebijakan untuk memeriksa semua kapal secara serentak itu menimbulkan beragam tanggapan dari masyarakat pengguna transportasi masal itu. Pasalnya, akibat kebijakan uji kelayakan kapal penyeberangan Ketapang-Gilimanuk yang dilakukan pihak syahbandar mengakibatkan tersendatnya arus penyeberangan logistik ke wilayah timur hingga terjadi antrian panjang sekira 10 jam mobil yang hendak menyeberang.
Kepala Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas III Tanjung Wangi, Capt. Purgana mengatakan, ramp check terhadap kapal kapal itu dilakukan oleh pusat, dengan kepentingan pemerintah tidak mau lagi terjadi kasus KMP TPJ yang menelan banyak korban. Kami KSOP baru peralihan dengan BPTD yang selama ini keselamatan kapal dilakukan oleh BKI. Tak ayal kalau masyarakat maritim maupun masyarakat umum mempertanyakan kridibilitas Biro Klasifikasi Indonesia besutan kementerian BUMN itu selama 4 tahunan memastikan kelaik lautan kapal LCT di Ketapang, Banyuwangi.
“Banyak ketidak sesuain yang harus dipenuhi sehingga ada 15 kapal yang tertunda operasi nya. Saat ini 7 kapal sudah dapat ber operasi kembali setelah memenuhi kekurangannya,” jelasnya kepada titikomapost.com, Jum’at (18/7/2025).
Purgana menambahkan, dampak macet kami akui karena sedikit memerlukan waktu dalam proses memuat, namun faktor penyebab kemacetan itu sendiri banyak faktornya.
“Demikian, KSOP terus berkomunikasi dengan pusat, dan asosiasi untuk melakukan langkah lebih lanjut. Mohon doa nya semua berjalan lancar dan aman untuk semua,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Gabungan Pengusaha Nasional Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan atau GAPASDAP, Khoiri Soetomo memberi tanggapan atas apa yang terjadi dengan penyeberangan Ketapang-Gilimanuk pasca tragedi kapal KMP Tunu Pratama Jaya bahwa pihaknya sangat prihatin atas situasi antrean panjang kendaraan logistik dan penumpang yang terjadi di ruas jalan menuju Pelabuhan ASDP Ketapang. Kejadian ini tentu menimbulkan dampak besar, baik secara ekonomi maupun sosial, khususnya terhadap kelancaran arus barang dan mobilitas masyarakat antara Jawa dan Bali.
Khoiri menjabarkan terkait 15 kapal KMP hasil modifikasi dari kapal LCT yang ditunda keberangkatanya dikarenakan hasil uji petik mendadak oleh KSOP dan BKI, kami ingin menyampaikan beberapa poin penting agar publik dan semua pihak mendapatkan gambaran yang menyeluruh dan adil, bahwa :
1. Kondisi riil dermaga LCM di Ketapang masih sangat terbatas dan tidak layak.
Kapal-kapal yang beroperasi selama ini telah menyesuaikan dengan kondisi dermaga yang tersedia, yaitu dermaga plengsengan atau LCM yang secara teknis tidak layak disandari oleh kapal KMP murni. Oleh karena itu, modifikasi kapal LCT menjadi KMP adalah upaya adaptif yang dilakukan secara bertanggung jawab, dengan pertimbangan keselamatan, efisiensi, dan urgensi pelayanan publik di lintasan tersibuk di Indonesia ini.
2. Modifikasi dilakukan sesuai prosedur dan disetujui oleh otoritas berwenang.
Semua kapal yang dimaksud telah disurvei, dihitung stabilitasnya, dilengkapi persyaratan teknis dan nautis, serta memperoleh Sertifikat Kesempurnaan dari pihak berwenang, termasuk BKI dan Ditjen Perhubungan Laut. Proses modifikasi bukan dilakukan sembarangan, tetapi justru melalui standar teknis yang ketat dan audit dari instansi terkait.
3. Setiap hari Kapal berlayar dengan SPB yang Sah sebelum berlayar.
Setiap kapal wajib mengantongi Surat Persetujuan Berlayar (SPB) yang hanya dapat diterbitkan setelah dilakukan pemeriksaan aspek teknis dan keselamatan. Dengan kata lain, kapal-kapal tersebut tidak bisa beroperasi tanpa melalui pengawasan dan izin resmi dari KSOP sebagai otoritas keselamatan pelayaran di pelabuhan.
4. Perlu perspektif menyeluruh dalam penanganan masalah Keselamatan Pelayaran.
GAPASDAP menilai bahwa keselamatan pelayaran adalah tanggung jawab bersama antara semua stakeholder: regulator (KSOP, Kemenhub), operator kapal, penyedia pelabuhan, badan klasifikasi, hingga pengguna jasa. Namun sangat disayangkan, setiap kali terjadi insiden, tanggung jawab seolah hanya dibebankan kepada operator dan kapalnya saja, tanpa melihat secara utuh kondisi infrastruktur, sistem pengawasan, dan kontribusi pihak lain.
“Keputusan pelarangan mendadak tanpa transisi dan komunikasi yang memadai justru menciptakan dampak domino yang besar, berupa kemacetan parah, terhambatnya distribusi logistik nasional, dan kerugian ekonomi yang tidak kecil,” tegasnya.
Khoiri menambahkan, GAPASDAP menghormati pentingnya peningkatan keselamatan pelayaran, namun kami juga menekankan perlunya pendekatan komprehensif, proporsional, dan tidak reaktif, serta melibatkan dialog dengan seluruh pelaku usaha dan pemangku kepentingan di lapangan.
“Kami siap bekerja sama dengan Kementerian Perhubungan, BKI, dan KSOP untuk merumuskan solusi jangka pendek dan jangka panjang, termasuk penyesuaian desain dermaga agar kapal-kapal yang sepenuhnya sesuai standar teknis bisa segera beroperasi,” ungkapnya.
Disisi lain, Bimo salah satu warga Surabaya sebagai pengguna transportasi penyeberangan tersebut saat berkomentar di salah satu radio swasta menyebut harus ada sanksi atau hukuman sebagai konsekuensi pada pihak pelayaran oleh pemerintah agar tidak main main dengan persoalan keselamatan nyawa penumpang kapal yang meremehkan pemenuan kelaik lautannya.
“Saran saya harus ada punishment, entah itu kontroversi. Harus begitu untuk pembenahannya,” sebutnya.
Bimo menilai, kapal itu alat transportasi paling safety nomor dua di dunia, harusnya dia lebih aman ketimbang kendaraan darat bila standar keselamatan kapal dipenuhi atas alat keselamatan yang tersedia sesuai jumlah penumpang
“Setidaknya, kalau kapal black out sampai tenggelam itu manusianya tetap selamat. Minim kalau kapalnya tenggelam orangnya tetap selamat,” harapnya. (RG) Bersambung