Terbitkan SPB MV Arfianie Ayu KSOP Sampit Dinilai Cederai UU Pelayaran

502
Terbitkan SPB MV Arfianie Ayu KSOP Sampit Dinilai Cederai UU Pelayaran
Kapal MV Arfianie Ayu posisi lego jangkar saat lakukan kegiatan ship to ship atau STS. (Ist)

TITIKOMAPOST.COM, SEMARANG – Keluarga besar Korps Alumni Pendidikan Perwira Pelayaran Besar (KAP3B) Semarang menilai KSOP Kelas III Sampit cederai Undang-Undang Pelayaran no 17 tahun 2008. Pasalnya, pengeluaran SPB kapal MV Arfianie Ayu jauh dari kelaziman internasional Port Clearance yang menjadi dasar penerbitan.

Ketua Korps Alumni Pendidikan Perwira Pelayaran Besar (KAP3B) Semarang, Capt. Antoni Arif Priadi mengatakan, Setiap kapal yang berlayar wajib memiliki SPB yang dikeluarkan oleh syahbandar” dan dalam penjelasan pasal menjelaskan bahwa “SPB yang dalam kelaziman internasional disebut Port Clearance diterbitkan setelah dipenuhinya persyaratan kelaiklautan kapal dan kewajiban lainnya.

“Clearance secara harafiah berarti kapal bersih dari segala permasalahan, tapi kenyataannya pada tanggal 10 Oktober 2025 ketika permasalah hilangnya Nakhoda MV. Arfianie Ayu belum dilakukan upaya apapun oleh pihak yang berwenang dan berkewajiban, pihak KSOP Kelas III Sampit telah memberikan Surat Persetujuan Berlayar (Port Clearance),” keluhnya.

Capt. Antoni menyayangkan, KSOP Sampit mengeluarkan SPB per tanggal 10 Oktober setelah pada tanggal 8 Oktober Perusahaan pelayaran mengganti nakhoda Capt. Agus Susanto diatas kapal yang sedang berlabuh jangkar di Muara Teluk Sampit dalam rangka melakukan kegiatan alih muat meski belum ada kepastian keberadaan sang nakhoda.

Baca Juga  Perkuat Hubungan Kedua Negara Kapal Perang Latih Korsel Sandar di Tanjung Perak

Dimana pada sekitar tanggal 3 Oktober 2025 keberadaannya tidak diketemukan diatas MV. Arfianie Ayu yang sedang berlabuh jangkar di Muara Teluk Sampit dalam rangka melakukan kegiatan bongkar muat. Dalam kondisi ketidakpastian tentang keberadaan Nakhoda MV. Arfianie Ayu, pada tanggal 8 Oktober 2025 telah dilakukan penggantian Nakhoda diatas kapal, dan pada tanggal 10 Oktober 2025 telah diberikan SPB oleh KSOP Kelas III Sampit dan kapal bertolak menuju Pelabuhan Weda.

Sedang, Kepala KSOP Kelas III Sampit, Hotman Siagian saat dikonfirmasi melalui pesan sellurnya pada tanggal 30 Oktober 2025 belum berkenan memberikan keterangan hingga kini.

Senada, Tim Hukum KAP3B menyebut, hilangnya Nakhoda MV. Arfianie Ayu adalah merupakan bagian dari gangguan keamanan yang terjadi pada kompetensi wilayah dan kompetensi hukum KSOP Sampit. Atas dasar itu, selaku syahbandar mempunyai kewajiban dan kewenangan dalam penegakan hukum dibidang keselamatan dan keamanan pelayaran, yang seharusnya secara pro aktif melakukan pengawasan, penyelidikan, pengusutan, dan penyidikan terhadap gangguan keamanan yang terjadi pada wilayah kekuasaannya.

Baca Juga  Hormati Proses Hukum Pelindo Kooperatif Atas Langkah Kejaksaan

“Namun pada kenyataannya terhadap gangguan keamanan yang terjadi atas hilangnya Nakhoda MV. Arfianie Ayu, pihak KSOP Kelas III Sampit selaku syahbandar bersifat pasif dan tidak melaksanakan tindakan apapun yang menjadi kewajibannya, untuk itu dengan kami menyatakan protes atas sikap tersebut karena kami nilai telah menciderai rasa keadilan bagi keluarga Nakhoda yang hilang pada khususnya dan bagi para pelaut pada umumnya,” sebutnya.

Tim Hukum KAP3B juga menyebut, mengingat Pasal 219 ayat (1) UU RI Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran mengamanahkan bahwa “Setiap kapal yang berlayar wajib memiliki SPB yang dikeluarkan oleh syahbandar” dan dalam penjelasan pasal menjelaskan bahwa “SPB yang dalam kelaziman internasional disebut Port Clearance diterbitkan setelah dipenuhinya persyaratan kelaiklautan kapal dan kewajiban lainnya.

Pengertian clearance secara harafiah berarti kapal bersih dari segala permasalahan, tapi kenyataannya pada tanggal 10 Oktober 2025 ketika permasalah hilangnya Nakhoda MV. Arfianie Ayu belum dilakukan upaya apapun oleh pihak yang berwenang dan berkewajiban, pihak KSOP Kelas III Sampit telah memberikan Surat Persetujuan Berlayar (Port Clearance).

Baca Juga  Resahkan Masyarakat Antrian Trailer Teluk Lamong Akibatkan Kemacetan Panjang Raya Osowilangon

Pengertian kewajiban lainnya adalah kewajiban dari operator kapal (pengusaha kapal) terhadap Awak Kapal selama berada di Pelabuhan, maupun kewajiban terhadap pihak lain yang timbul dari akibat pengoperasian atau kegiatan kapal selama berada di Pelabuhan, tapi pada kenyataan pada tanggal 10 Oktober 2025 ketika tanggung jawab operator kapal (pengusaha kapal) terhadap awak kapal (Nakhoda yang hilang) sebagaimana diatur dalam Pasal 1367 KUHPerdata juncto Pasal 321 KUHDagang belum terpenuhi, pihak KSOP Kelas III Sampit sudah memberikan Surat Persetujuan Berlayar (SPB).

Keputusan KSOP Kelas III Sampit selaku syahbandar yang telah menerbitkan SPB (Port Clearance) kepada MV. Arfianie Ayu sebelum permasalahan hilangnya Nakhoda tuntas (clearance) dan sebelum kewajiban operator kapal (pengusaha kapal) terhadap nakhoda yang hilang dipenuhi, dinilai cacat hukum dan menciderai rasa keadilan bagi keluarga nakhoda yang hilang.

“Kami dengan ini menyatakan protes kepada Kepala KSOP Kelas III Sampit untuk mempertanggung jawabkan atas tindakan tersebut agar kejadian serupa tidak terulang dikemudian hari,” pungkasnya. (RG/red)