Bambang Haryo Sebut Wajib Test Covid-19 di Transportasi Terindikasi Konspirasi !

45
Bambang Haryo Soekartono Anggota DPR RI Komisi V Fraksi Gerindra periode 2014-2019.

JAKARTA – Wajib test Covid-19 bagi penumpang pesawat udara dan kapal laut dinilai berlebihan dan tidak beralasan bahkan sangat membebani masyarakat. Hal itu diungkapkan Anggota DPR RI Komisi V Fraksi Gerindra periode 2014-2019 Bambang Haryo Soekartono yang disampaikan jeoada titikomapost.com, Jum’at (12/6/2020).

Bambang menilai, selain membebani biaya dan menyita waktu, juga tidak menjamin penumpang tersebut bebas dari virus Covid-19 saat menggunakan sarana dan prasarana transportasi.

“Karena sebelum menggunakan transportasi pesawat dan kapal laut, mereka harus melewati transportasi lanjutan sebelum dan sesudah juga harus melewati infrastruktur terminal serta sumber daya manusia nya yang tidak berstandarisasi bebas Covid-19 yang terupdate dan dilakukan pengetesan Sumber daya manusia nya setiap 3-7 hari seperti yang diterapkan kepada calon penumpang yang harus berstandarisasi bebas covid-19 dengan lama waktu pemeriksaan antara 3-7 hari,” katanya.

Berdasarkan Surat Edaran Gugus Tugas (SEGT) Nomor 7 tahun 2020, bahwa salah satu persyaratan calon penumpang transportasi umum baik laut dan udara untuk perjalanan harus uji tes PCR dengan hasil negatif yang berlaku 7 hari dan uji Rapid Test yang berlaku 3 hari pada saat keberangkatan.

Baca Juga  Samsat Jember Gelar Operasi Gabungan Edukasi Masyarakat Taat Pajak Kendaraan Bermotor

Menurut Bambang, kebijakan SEGT Nomor 7 tahun 2020 akan bias dan tidak efektif bila semua petugas yang ada di Pelabuhan laut maupun udara termasuk regulator yang ada didalamnya serta crew, petugas tenant, Kementerian Kesehatan dan Keamanan di terminal tidak melaksanakan Test PCR setiap 3-7 hari dan menstandarkan bebas Covid-19 bagi terminal dengan mendapatkan sertifikasi maksimal setiap 7 hari sekali. Maka SEGT Nomor 7 Tahun 2020 yang diberlakukan untuk penumpang menjadi tidak ada manfaat. Karena calon penumpang moda transportasi akan berinteraksi dengan sumber daya manusia dan infrastruktur terminal tersebut.

“Pesawat dan kapal kan transportasi publik, penumpang pasti akan berinteraksi dengan fasilitas publik selama perjalanan, mulai dari tempat asalnya hingga tujuan. Apakah pemerintah bisa menjamin alat transportasi dan terminal bandara atau pelabuhan pasti steril semua dari Covid-19? Tidak mungkin,” tuturnya.

Harusnya, lanjut Bambang, kalau mau fair, jangan cuma penumpang yang diwajibkan test Covid-19, tetapi seluruh komponen yang ada di bandara atau pelabuhan serta semua transportasi publik dari tempat asal yang menuju terminal ataupun dari terminal menuju tempat tujuan akhir juga wajib dilakukan tes PCR rutin per 3-7 hari.

Baca Juga  Kegiatan Operasi Gabungan Samsat Surabaya Barat Bangun Kesadaran Masyarakat Tertib Administrasi Ranmor

“Jadi janganlah menyudutkan konsumen, sedangkan pemerintah yang menyediakan infrastruktur dan sumber daya manusianya tidak melaksanakan standarisasi covid-19 tersebut,” tegasnya.

Dia mengingatkan, transportasi merupakan urat nadi dan darah perekonomian sehingga tidak boleh dihambat dengan aturan yang tidak penting dan berbiaya tinggi.
Sebagai informasi, biaya test Covid-19 secara mandiri relatif mahal. Biaya rapid test, misalnya, sekitar Rp400.000, sementara test swab PCR berkisar Rp1,5 juta (hasil test keluar dalam 10 hari), Rp3,5 juta (7 hari), hingga Rp6,5 juta (3 hari) di salah satu Rumah Sakit Swasta inisial “S”. Selain itu juga terlihat indikasi memanfaatkan pandemi Covid-19 ini sebagai ajang untuk mencari keuntungan yang sebesar besarnya dan Kementerian Perhubungan bisa dikendalikan oleh kebijakan Gugus Tugas yang cenderung tidak berdasar.

“Saat ini Presiden Jokowi sudah bersiap menerapkan New Normal. Maka kebijakan Gugus Tugas tersebut seharusnya telah dicabut. Apalagi sebagian besar kota besar di Indonesia sudah menyandang predikat zona merah dan bahkan hitam. Sehingga interaksi antar kota didalam kepulauan atau antar pulau sudah tidak perlu adanya pengetatan yang sesuai dengan SEGT Nomor 7 tahun 2020 seperti halnya yang diberlakukan di sebagian besar negara yaitu Jepang, Amerika Serikat, Negara Eropa, Australia, Malaysia, Filipina dan lain lain, tidak memberlakukan pemeriksaan tes Covid-19 atau PCR bagi penumpang pesawat, kapal laut dan termasuk kereta api.,” ungkap anggota DPR RI periode 2014-2019 dari Fraksi Gerindra ini.

Baca Juga  Bangun Kesadaran Masyarakat Akan Pajak Ranmor, Samsat Surabaya Barat Gelar Operasi Gabungan

Ketentuan SEGT Nomor 7 tahun 2020 yang diberlakukan untuk transportasi udara, laut dan darat di Indonesia mengesankan bahwa Kementerian Perhubungan sebagai subsektor terlihat lemah dan kurang memahami esensi kebijakan transportasi sehingga diindikasi mudah dikendalikan oleh kepentingan komersial. Apabila aturan tersebut tetap dipaksakan, Bambang Haryo yang pernah menjadi Senior Investigator KNKT menduga ada indikasi permainan oknum Pemerintah di Kementerian Perhubungan dan Kementerian Kesehatan dengan pengusaha oportunis yang memanfaatkan untuk komersialisasi tes Covid-19 adalah benar adanya. Maka seharusnya YLKI dan Ombudsman serta DPR RI harus bertindak tegas atas adanya dugaan konspirasi tersebut. (RG/Bam)

Titikomapost.com tidak bertanggung jawab atas isi komentar yang ditulis. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE